Sabtu, 11 Maret 2017
Senin, 06 Maret 2017
Makalah Syariat Islam di Aceh
Makalah Syariat Islam Di Aceh SYA4701
DASAR HUKUM PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM DAN SYARIAT ISLAM DI ACEH
Di Susun Oleh :
Kelompok I
1.
Heri Gunawan (212015006)
2.
Nova Riski Imanda (212015022)
Program
Studi : Hukum Tata Negara
Dosen Pembimbing : Dr.H.Syamsuar,M.Ag (551039)
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK
INDONESIA
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI
TEUNGKU DIRUNDENG MEULABOH
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami
berhasil menyelesaikan Makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul “DASAR HUKUM PELAKSANAAN SYARIAT
ISLAM DAN SYARIAT ISLAM DI ACEH”. Selesainya penyusunan ini berkat
bantuan dari berbagai pihak oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
sampaikan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Dosen pengampu mata kuliah Syariat Islam
di Aceh
SYA4701 yang telah memberikan tugas,
petunjuk, kepada kami sehingga kami termotivasi dan menyelesaikan tugas
ini.
2. Secara khusus penulis
menyampaikan terima kasih kepada keluarga tercinta yang telah memberikan
dorongan dan bantuan serta pengertian yang besar kepada penulis, baik selama
mengikuti perkuliahan maupun dalam menyelesaikan makalah ini.
Menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan
makalah ini dari awal sampai akhir.
Meulaboh, 27 Februari 2017
penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
A.
Latar Belakang................................................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah........................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 2
A.
Pengertian
Syariat Islam.................................................................................. 2
B.
Pengertian Qanun............................................................................................ 3
C.
Syariat islam
sebagai hukum positif di aceh.................................................... 4
D.
Pelaksanaan
hukum cambuk di Aceh.............................................................. 5
BAB III PENUTUP.................................................................................................. 7
A.
Kesimpulan...................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 8
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sebagai komitmen
bersama atas perdamaian antara Pemerintahan RI dengan Gerakan Aceh Merdeka ( GAM ), maka dilahirkanlah
Undang-Undang No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh ( UUPA ). UUPA
merupakan harapan baru bagi masyarakat
aceh untuk mewujudkan kesejahteraan dalam perdamaian abadi, UUPA sendiri terdiri dari 40 Bab dan 273 Pasal.
Acehnologi
Merupakan salah satu jawaban mengapa aceh itu istimewa dan khusus. Berdasarkan
undang - undang otonomi khusus aceh dan UUPA, dalam hubungannya dengan syariat islam, maka
ketentuan - ketentuan hukum islam yang berkaitan dengan hukum privat seperti perkawinan,
zakat, tetap berlaku. Adapun ketentuan dengan hukum public dalam hal
ini jinayat (hukum pidana islam) sampai saat ini belum lah
berlaku, disebabkan rancangan undang - undang tentang Qanun jinayat dari
DPRA (Tingkat provinsi aceh) belum lah ditandatangani oleh gubernur. Adapun
ketentuan hukum public antara lain Qanun maisyir (judi), khamar (minumankeras),
khalwat (mesum) sudah ditandatangani oleh gubernur sebagai Qanun yang
dinyatakan berlaku di aceh.
Dalam hubungannya
dengan syariat islam di aceh, mahkamah syar’iyah aceh pada tingkat provinsi dan mahkamah syar’iyah pada
tingkat kota madya/kabupaten merupakan lembaga yang berwenang megadili perkara - perkara pelanggaran berkaitan dengan Qanun
yang sudah ditandatangani.
B.
Rumusan
Masalah
Bagaimanakah
ruang lingkup dan dasar hukum pelaksanaan syariat islam dan syariat islam di
aceh.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Syariat Islam
Syariat
( legislasi ) adalah semua peraturan agama yang ditetapkan oleh ALLAH untuk
kaum muslimin,
baik yang ditetapkan dengan Al-Qur’an maupun dengan sunnah Rasul.[1]
Al-Qur’an memang diturunkan untuk dijadikan sebagai petunjuk bagi orang
yang mempunyai akal, pikiran dan hati sanubari.[2]
Menurut
Ali dalam Nurhafni dan Maryam, syariat
islam secara harfiah adalah jalan
(ketepian
mandi), yakni jalan lurus yang harus diikuti oleh setiap muslim, syariat
merupakan jalan hidup muslim, syariat memuat ketetapan Allah dan Rasulnya,
baik berupa larangan maupun
suruhan
yang meliputi seluruh aspek manusia.[3]
Sumber syari’ah orang islam adalah semua praktek atau ajaran rasulullah
yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Sunnah.[4]
Jadi
dapat disimpulkan bahwa syariat islam merupakan keseluruhan peraturan atau
hukum yang
mengatur tata hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, manusia
dengan alam
(lingkungannya), baik yang diterapkan dalam Al-Qur’an
maupun hadis dengan tujuan terciptanya kemashlahatan, kebaikan hidup umat
manusia di dunia dan di akhirat.
Dalam
hunbungannya dengan syariat islam yang berlaku di aceh, dapatlah dijelaskan lembaga
- lembaga yang memiliki wewenang sebagai berikut :
a.
Dinas syariat islam.
Dinas
syariat islam provinsi diresmikan pada tanggal 25 feb 2002. Lembaga inilah yang mengatur jalannya
pelaksanaan syariat islam. Tugas utamanya adalah menjadi perencana
dan penanggung jawab pelaksanaan syariat islam di NAD.
b.
Majelis permusyawaratan
ulama (MPU)
Lembaga ini merupakan suatu lembaga idependen sebagai suatu wadah bagi
ulama – ulama untuk berinteraksi, berdiskusi melahirkan ide – ide baru di
bidang syariat. Kaitannya dalam pelakanaan syariat islam adalah lembaga ini
bertugas memberikan masukan pertimbangan, bimbingan dan nasehat serta saran
dalam menentukan kebijakan daerah dari aspek syariat islam, baik kepada
pemerintah daerah maupun kepada masyarakat.
c.
Wilayatul Hisbah (WH)
Wilayatul hisbah
merupakan lembaga yang berwenang memberitahu dan mengingatkan anggota - anggota
masyarakat tentang aturan-aturan yang ada yang harus di ikuti, cara menggunakan dan menaati
hukum tersebut, serta perbuatan yang harus di hindari karena bertentangan
dengan peraturan.
d.
Mahkamah syar’iyah.
Mahkamah syar’iyah merupakan pengganti
pengadilan agama yang sudah di hapuskan. Mahkamah ini akan mengurus perkara
muamalah (perdata), jinayah (pidana) yang sudah ada Qanunnya. Pendek kata
lembaga ini adalah pengadilan yang akan mengadili pelaku pelanggaran syariat islam. Tingkat
kabupaten dibentuk mahkamah syar’iyah dan tingkat provinsi
mahkamah syar’iah provinsi yang
diesmikan pada tahun 2003.
B.
Pengertian Qanun
Qanun
adalah peraturan daerah yang dibuat oleh pemerintah aceh dan disahkan oleh
DPR yang di tanda tangani oleh Gubernur (Tingkat propinsi) dan bupati atau
walikota pada daerah tingkat
dua. Dasar berlakunya Qanun adalah undang - undang tentang otonomi khusus
Aceh, Dalam
undang - undang nomor 18 disebutkan bahwa mahkamah syar’iyah akan
melaksanakan syariat islam yang di tuangkan ke dalam Qanun terlebih dahulu.
Qanun merupakan peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah Aceh untuk
melaksanakan syariat islam bagi pemeluknya di Aceh.[5]
Adapun
Qanun yang telah diberlakukan antara lain :
1. Qanun
nomor 11 tahun 2002 tentang pelaksanaan syariat islam bidang aqidah, Ibadah dan syariat islam.
2. Qanun
nomor 12 tahun 2003 tentang larangan khamar (minuman keras), pelaku yang mengkonsumsi khamar
akan dijatuhi hukuman cambuk 40 kali. Hakim tidak di beri izin untuk memilih (besar
kecil atau tinggi rendah) hukuman. Bagi yang memproduksi khamar dijatuhi
hukuman ta’zir berupa kurungan paling lama satu tahun, paling sedikit 3 bulan
dan denda paling banyak Rp. 75.000.000 (tujuh puluh lima juta rupiah) dan paling sedikit
Rp.25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah).
3. Qanun
nomor 13 tahun 2003 tentang larangan maysir (perjudian).
4. Qanun
nomor 14 tahun 2003 tentang larangan khalwat (perbuatan mesum).
5. Qanun
nomor 7 tahun 2004 tentang pengelolaan zakat.
C. Syariat Islam Sebagai
Hukum Positif Di
Aceh
Syariat
islam di aceh berlaku sebagai hukum positif sejak zaman kerajaan aceh
Darussalam yang
mencapai puncak kejayaan pada jaman sultan iskandar muda. Syariat islam
tersebut berlaku dalam
seluruh aspek kehidupan bernegara baik berdasarkan hukum private yang meliputi
Fiqih, yaitu
berkaitan dengan kewajiban secara perorangan, maupun hukum public yang berupa
hukum pidana islam (Jinayat), maisyir (Judi), khamar (minuman keras), maupun khalawat
yaitu berdua-duaan antara laki-laki dengan perempuan yang bukan mukhrim.
Dasar
hukum pelaksanaan syariat islam di Aceh adalah UU no 44 tahun 1999 dan UU no 18 tahun 2001. Dalam
undang-undang nomor 44 syariat islam didefinisikan sebagai semua
aspek ajaran islam.
Seiring
dengan berjalannya waktu sampai dengan era kemerdekaan Negara republic Indonesia, aceh
dinyatakan oleh pemerintah pusat sebagai daerah istimewa yang memberlakukan hukum islam sebagai
hukum positif atau hukum yang seharusnya (ius constituendum) yang meliputi maisyir
(Judi), khamar (minuman keras), dan khalawat. Namun pada kenyataannya tidak menjadi hukum yang
berlaku (ius constitutum), hal
inilah yang memicu masyarakat aceh
menuntut
diberlakukannya kembali hukum islam dan sebagai salah satu penyebab aceh
untuk merdeka.
Dari
seluruh rangkaian sejarah tuntutan masyarakat aceh akhirnya pemerintah pusat memberikan otonomi
khusus berdasarkan undang - undang otsus
yang disebut undang – undang pemerintahan aceh (UUPA). Dan pada akhirnya
pemerintah daerah atau yang disebut pemerintah aceh membuat peraturan daerah
yang disebut Qanun dan secara resmi menjadikan hukum islam sebagai hukum
positif yaitu hukum public yang meliputi maisyir (Judi), khamar (minuman
keras), dan khalawat.
Proses pelaksanaan hukum public tersebut di atas dilaksanakan oleh
polisi syariat dan polri sebagai penyelidik dan
penyidik, jaksa sebagai penuntut umum dan pengadilan agama yang disebut
sebagai mahkamah syar’iyah sebagai yang berwenang mengadili. Dengan ancaman hukuman
cambuk bagi para pelanggarnya.
D. Pelaksanaan
Hukum Cambuk Di Aceh
Setelah berlakunya hukum pidana islam yang meliputi meliputi
maisyir (Judi), khamar (minuman keras), dan khalawat (mesum), bagi pelaku
tindak pidana diatas yang telah diutus oleh mahkamah
syar’iyah
dan dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkracht
van gewijsde) maka
pelaksanaan putusan mahkamah syar’iyah akan dilaksanakan oleh jaksa penuntut
umum dan dibantu oleh algojo (tukang
cambuk) yang dilaksanakan dihalaman masjid sesudah shalat jum’at.
Pelaksanaan hukum cambuk tersebut dihadir oleh para penegak hukum,
dan masyarakat aceh yang ingin menyaksikannya. Hukuman cambuk merupakan salah
satu hukum yang berlaku
dalam syariat islam NAD. Ketentuan dalam
hukum cambuk antara lain[6]:
1.
Terhukum
dalam kondisi sehat.
2.
Pencambuk
adalah wilayatul hisbah yang di tunjuk jaksa penuntut umum.
3.
Cambuk yang
digunakan adalah rotan dengan diameter 0.75 s/d 1.00 cm.
4.
Jarak
pencambuk dengan terhukum kira-kira 70 cm.
5.
Jarak
pencambuk dengan orang yang menyaksikan paling dekat 10 meter.
6.
Pencambukan
di hentikan jika menyebabkan luka, di minta dokter atas pertimbangan medis,
atau terhukum melarikan diri.
7.
Pencambukan
akan dilanjutkan setelah terhukum dinyatakan sehat atau setelah terhukum menyerahkan
diri atau tertangkap.
Berdasarkan
hukuman cambuk tersebut di atas harus diakui bahwa
kesadaran hukum masyarakat aceh semakin meningkat dengan menurunnya angka
kriminalitas dan tindak pidana yang terjadi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dasar hukum pelaksanaan syariat islam di Aceh adalah UU no 44
tahun 1999 dan UU no 18
tahun 2001. Dalam undang-undang nomor 44 syariat islam
didefinisikan sebagai semua aspek ajaran islam. Proses
pelaksanaan hukum public tersebut di atas dilaksanakan oleh polisi syariat dan
polrisebagai penyelidik dan penyidik, jaksa sebagai penuntut umum dan mahkamah
syariah sebagai yang berwenang mengadili dengan ancaman hukuman cambuk bagi para
pelanggarnya.
Setelah berlakunya hukum pidana islam yang meliputi meliputi
maisyir (Judi), khamar (minuman keras), dan khalawat (mesum), bagi pelaku
tindak pidana diatas yang telah diutus oleh mahkama
syar’iyah
dan dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkracht
van gewijsde) maka
pelaksanaan putusan mahkamah syar’iyah akan dilaksanakan oleh jaksa penuntut
umum dan dibantu oleh algojo (tukang cambuk) yang dilaksanakan dihalaman masjid
sesudah shalat jum’at.
DAFTAR PUSTAKA
Al Yasa Abu Bakar. (2004). Bunga Rampai
Pelaksanaan Syariat Islam (Pendukung Qanun Pelaksanaan Syariat Islam).
Banda Aceh: Dinas Syariat Islam.
Al Yasa Abu Bakar. (2006). Syariat Islam Di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam - Paradigma, Kebijakan dan Kegiatan. Banda Aceh:
Dinas Syariat Islam.
Kamaruzzaman Bustaman Ahmad, Ph.D. (2017). ACEHNOLOGI
volume 1. Banda Aceh: Bandar Publishing.
Muhammad Yusuf Musa. (1988). islam: suatu kajian
komprehensif. jakarta: Rajawali Press.
Nurhafni; maryam;. (2006). Pro dan Kontra Penerapan
Syariat Islam di NAD. Jakarta.
Langganan:
Postingan (Atom)