HAK
UNTUK HIDUP PERSPEKTIF
HUKUM
TATA NEGARA DAN HUKUM INTERNASIONAL
MAKALAH
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
Disusun
Oleh:
KELOMPOK IX
HERI GUNAWAN (212015006)
MERI MIRANDA (212015015)
Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Teungku Dirundeng Meulaboh
Jurusan Syariah Dan Ekonomi Islam
Program Studi Hukum Tata
Negara
Dosen Pembimbing: JALALUDDIN, SH., MH
KEMENTERIAN
AGAMA REPUBLIK INDONESIA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
TEUNGKU DIRUNDENG MEULABOH
ACEH BARAT
2018 M/1439
H
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum..wr..wb.., Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami
berhasil menyelesaikan Makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul “Hak untuk Hidup perspektif Hukum Tata Negara dan Hukum Internasional”. Selesainya penyusunan ini berkat bantuan dari berbagai pihak oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih kepada yang
terhormat :
1. Dosen pengampu mata kuliah Hukum dan Hak Asasi Manusia yang telah
memberikan tugas, petunjuk, kepada kami sehingga kami termotivasi dan
menyelesaikan tugas ini.
2. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada keluarga tercinta
yang telah memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian yang besar kepada
penulis, baik selama mengikuti perkuliahan maupun dalam menyelesaikan makalah
ini.
Menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir
kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Meulaboh, 1 Mei 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah............................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 2
A.
Hak Asasi Manusia.......................................................................................... 2
B.
Hak Sipil dan Politik....................................................................................... 2
C.
Hak Hidup....................................................................................................... 3
BAB III PENUTUP.................................................................................................. 6
A.
Kesimpulan...................................................................................................... 6
B.
Saran................................................................................................................ 6
DAFTAR KEPUSTAKAAN................................................................................... 7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Hak
Asasi Manusia lahir dari refleksi tentang hidup manusia yang dirumuskan dalam
konsep digniti, equality, dan liberty.
Kerangka konseptual HAM merujuk pada penghargaan martabat manusia sebagai
manusia yang telah diciptakan oleh Tuhan, sehingga martabat ini harus
dilindungi oleh individu, kelompok, dan negara. Oleh karena itu, HAM disusun
untuk melindungi, menghormati dan meninggikan harkat dan martabat manusia.
Diantara sekian banyak klausul dan
muatan HAM dalam UUD RI 1945 terbilanglah Pasal yang secara spesifik mengatur
mengenai HAM yaitu Pasal 28I ayat (1) yang menyatakan bahwa hak untuk hidup,
hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama,
hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum,
dan hak untuk tidak dituntut berdasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan hak hidup?
2.
Apakah hak hidup dapat dikurangi dalam keadaan tertentu?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui yang dimaksud dengan hak hidup.
2. Mengetahui pertimbangan hak hidup dapat dikurangi
dalam keadaan tertentu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hak Asasi Manusia
Hak asasi diartikan sebagai hak dasar atau hak pokok, seperti hak hidup
dan hak mendapatkan perlindungan. Hak asasi manusia sering juga disebut sebagai
hak kodrat, hak dasar manusia dan hak mutlak (natural rights, human rights, fundamental rights dalam bahasa
Inggris, dan grondrechten, mensen rechten
dan rechten van de mens dalam bahasa
Belanda). Sedangkan di dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, hak asasi manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap
orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.[1]
B.
Hak Sipil dan Politik
Hak sipil dan politik telah diatur dalam Kovenan
Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang ditetapkan oleh Resolusi Majelis
Umum 2200 A (XXI) tanggal 16 Desember 1966, yang kemudian diratifikasi oleh
negara Indonesia ke dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2005 tentang
pengesahan International Covenant on
Civil and Politics Rights (Hak-Hak Sipil dan Politik). Ada beberapa bagian
penting yang diatur dalam Hak Sipil dan Politik yaitu hak penentuan nasib
sendiri, hak untuk hidup, hak untuk tidak diperbudak dan kerja paksa, hak atas
kebebasan dan keamanan pribadi, hak atas kebebasan untuk bergerak dan kebebasan
untuk memilih tempat tinggalnya dalam wilayah, mempunyai kedudukan yang sama dihadapan
pengadilan dan badan peradilan, hak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan
beragama, hak untuk berpendapat tanpa campur tangan, hak untuk berkumpul secara
damai, hak atas kebebasan untuk berserikat, hak ikut serta dalam pelaksanaan
urusan pemerintahan, dan hak memilih dan dipilih pada pemilihan umum.[2]
C.
Hak Hidup
Hak hidup merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Kovenan
Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik telah mengatur hak hidup dalam Pasal 6
ayat (1), yaitu setiap manusia berhak atas hak untuk hidup yang melekat pada
dirinya. Hak ini wajib dilindungi oleh hukum. Tidak seorangpun dapat dirampas
hak hidupnya secara sewenang-wenang. Dalam kaitan ini, Kovenan ini mengatur
penghapusan mati dalam pasal 6 ayat (2-5).[3]
Pasal 6 ayat (2), menyatakan:
Di negara-negara yang
belum menghapuskan hukuman mati, putusan hukuman mati hanya dapat dijatuhkan
terhadap beberapa kejahatan yang paling serius sesuia dengan hukum yang berlaku
pada saat dilakukannya kejahatan tersebut, dan tidak bertentangan dengan
ketentuan Kovenan dan Konvensi tentang Pencegahan dan Hukum Kejahatan Genosida.
Hukuman ini hanya dapat dilaksanakan atas dasar keputusan akhir yang dijatuhkan
oleh suatu pengadilan yang berwenang.
Pasal 6 ayat (3), menyatakan:
Apabila suatu perampasan kehidupan merupakan kejahatan Genosida, harus
dipahami, bahwa tidak satupun dalam Pasal ini yang memberikan kewenangan pada
Negara yang menjadi Pihak dalam Kovenan ini, untuk mengurangi kewajiban apapun
yang telah dibebankan oleh ketentuan dalam Konvensi tentang Pencegahan dan
Hukuman bagi Kejahatan Genosida.
Pasal 6 ayat (4), menyatakan:
Setiap orang yang telah dijatuhi hukum mati berhak untuk memohon
pengampunan atau penggantian hukuman. Amnesti, pengampunan atau penggantian
hukuman mati dapat diberikan dalam semua kasus.
Pasal 6 ayat (5), menyatakan:
Hukuman mati tidak boleh dijatuhkan atas kejahatan yang dilakukan oleh
seseorang dibawah usia delapan belas tahun dan tidak boleh dilaksanakan
terhadap perempuan yang tengah mengandung.
Dasar hukum yang menjamin hak untuk hidup di
Indonesia juga terdapat dalam Pasal
28A UUD RI 1945 yang berbunyi:
“Setiap orang berhak
untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”
Pasal 9 UU No. 39 Tahun 1999
tentang HAM yang berbunyi:
(1) Setiap orang
berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya
(2) Setiap orang
berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin
(3) Setiap orang
berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Dalam Penjelasan
Pasal 9 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dikatakan bahwa
setiap orang berhak atas kehidupan, mempertahankan kehidupan, dan meningkatkan taraf kehidupannya.
Hak atas kehidupan ini bahkan juga melekat pada Bayi yang belum lahir atau
orang yang terpidana mati. Dalam hal atau keadaan yang sangat luar biasa
yaitu demi kepentingan hidup Ibunya dalam kasus Aborsi atau berdasarkan putusan
pengadilan dalam kasus pidana mati. Maka tindakan Aborsi atau pidana mati
dalam hal dan atau kondisi tersebut, masih dapat diizinkan. Hanya
pada dua hal tersebut itulah hak untuk hidup dapat dibatasi. Dari
penjelasan Pasal 9 UU No. 39 Tahun 1999
tentang HAM di atas dapat diketahui bahwa dalam kondisi
tertentu seperti pidana mati, hak untuk hidup dapat dibatasi.
Menurut
Al-Qur’an, nyawa manusia itu suci. Dinyatakan bahwa: “Kamu jangan membunuh jiwa
yang telah dimuliakan Tuhan, kecuali dengan sesuatu sebab yang adil” (Qur’an
Surat 17:33). Demikian pula disebut: “Barangsiapa membunuh seseorang selain
karena membunuh orang lain atau karena membuat kekacauan diatas bumi ia
seolah-olah telah membunuh seluruh umat manusia; barangsiapa memberikan
kehidupan kepada suatu jiwa, ia seakan-akan telah menghidupkan seluruh manusia”
(Qur’an Surat 5:32).[4]
Al-Mawardi dalam al-Ahkam
al-Shulthaniyyah wa al-Wilayah al-Diniyyah memberikan rambu-rambu yang
tegas dan selektif dalam menjatuhkan pidana mati. Kejahatan pembunuhan dapat
dijatuhi pidana mati jika pelakunya adalah orang yang dewasa, sehat akalnya,
kemauan sendiri dan dalam keadaan sadar dan pembuktian harus dilakukan secara
jujur dan adil.[5]
Bentuk-bentuk keringanan dalam kesulitan terdiri atas enam macam,[6]
yaitu:
1.
Tahfih al-isqath, (meringankan dengan menggugurkan);
2.
Tahfih al-ibdal, (meringankan dengan mengganti);
3.
Tahfih al-tanqish, (meringankan dengan mengurangi);
4.
Tahfih al-taqdim, (meringankan dengan mendahulukan waktu);
5.
Tahfih al-ta’khir, (meringankan dengan mengakhirkan waktu); dan
6.
Tahfih al- tarkhsih, (meringankan dengan kemurahan).
Pada titik
ini, negara-negara yang menyikapi pidana mati berbeda-beda. Ada negara yang
menghapuskan pidana mati (abolisionist)
dan ada negara yang masih menerapkan hukuman mati (retentionist). Indonesia sebagai negara yang tidak menghapuskan
hukuman mati, sesungguhnya tidak bertentangan dengan Kovenan ini karena putusan
hukuman mati dapat dijatuhkan terhadap beberapa kejahatan yang paling serius
sesuai dengan hukum yang berlaku pada saat dilakukannya kejahatan dan tidak
bertentangan dengan ketentuan Kovenan tentang Pencegahan dan Hukum Kejahatan
Genosida. Hukuman mati di Indonesia pun dapat dilaksanakan atas dasar keputusan
akhir yang dijatuhkan oleh suatu pengadilan yang berwenang.[7]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun beberapa poin penting hasil kajian ini yaitu:
1. Hak hidup merupakan hak dasar yang dimiliki oleh
setiap manusia, hak hidup sebagai karunia tuhan yang hanya bisa dibatasi oleh
putusan hukum atau syariah. Hak untuk hidup dijamin oleh negara dalam Pasal 28A UUD RI 1945 dan Pasal 9
UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, serta
tidak melupakan kewajiban taat terhadap hukum dan menghormati hak asasi manusia lain dalam
tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sesuai dengan bunyi Pasal
28J UUD RI 1945.
2. Dalam keadaan genting, pengurangan
HAM dibenarkan dalam menimbangi suatu aspek tertentu, Dari
penjelasan Pasal 9 UU No. 39 Tahun 1999
tentang HAM dapat diketahui bahwa dalam kondisi tertentu
seperti kasus Aborsi demi kepentingan hidup Ibunya dan pidana mati dengan
memberi pengakuan hak orang lain demi ketertiban umum, hak untuk hidup tersebut
dapat dibatasi. Pengurangan hak untuk hidup hanya dapat lakukan melalui putusan
oleh pengadilan dan hukuman melalui putusan pengadilan bukan suatu pelanggaran
HAM. Dalam Pasal 6 ayat (2) ICCPR membolehkan
masih diberlakukannya hukuman mati kepada negara peserta, khusus untuk
kejahatan yang paling serius.
B. Saran
Saran terpenting menurut penulis yang perlu
diketahui adalah orang yang dijatuhi hukuman mati (terpidana mati) oleh
pengadilan masih memiliki upaya hukum lain seperti Amnesti, pengampunan atau penggantian hukuman mati sehingga masih ada
peluang tidak dihukum mati.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Budiardjo,
Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik,
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Saebani,
Beni Ahmad, Fiqh Siyasah: Pengantar Ilmu
Politik Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2007.
Sukardja,
Ahmad, Hukum Tata Negara dan Hukum
Administrasi Negara: Dalam Perspektif Fikih Siyasah, Jakarta: Sinar
Grafika, 2014.
Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia tahun 1945 (UUD RI 1945).
Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia (UU No. 39/1999/HAM).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar